Jumat, 09 November 2012

Makalah HAM

BAB I
PENDAHULUAN
A.   LATAR BELAKANG MASALAH
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang HAM Pengertian HAM.
1.      Landasan Hukum HAM di Indonesia
2.      Peranan HAM
3.      Instrumen HAM
4.      Perkembangan HAM
5.      HAM dalam tinjauan Islam
6.      Contoh-contoh pelanggaran HAM

B.   RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat dirumuskan masalah-masalah yang akan dibahas pada penulisan kali ini. Masalah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.      Apakah pengertian HAM?
2.      Apa saja landasan hukum HAM di Indonesia?
3.      Ciri-ciri pokok hakikat HAM

C.   METODE PEMBAHASAN
Dalam hal ini penulis menggunakan:
• Metode deskritif, sebagaimana ditunjukan oleh namanya, pembahasan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau kelompok orang tertentu atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih (Atherton dan Klemmack: 1982).
• Penelitian kepustakaan, yaitu Penelitian yang dilakukan melalui kepustakaan, mengumpulkan data-data dan keterangan melalui buku-buku dan bahan lainnya yang ada hubungannya dengan masalah-masalah yang diteliti.

BAB II
HAK ASASI MANUSIA (HAM)
Hak Azazi Manusia menjadi sorotan utama seiring berkembangnya gagasan demokrasi yang seiring berkembangnya gagasan demokrasi yang semakin mendunia. Persoalan ini tidak saja menjadi sorotan masyarakat dan organisasi internasional seperti PBB, tetapi juga pemerintahan yang peduli terhadap upaya pemajuan, penghormatan, dan penegakan HAM. Demikian juga lembaga swadaya masyarakat, media cetak maupunmedia elektronik. Dengan demikian, kita harus menyadari bahwa masalah Hak Azazi Manusia adalah masalah bersama dalam menuntut partisipasi aktif  untuk menghargai dan melindunginya demi kelangsungan kehidupan manusia yang beradab.
A.     PENGERTIAN DAN CIRI POKOK HAKIKAT HAM
1)      Pengertian
Ø HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya (Kaelan: 2002).

Ø Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.

Ø John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).

Ø Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”

2)      Landasan Hukum Hak Azazi Manusia (HAM) di Indonesia

Pengakuan, jaminan dan perlindungan hak azazi manusia diatur dalam beberapa peraturan perundangan sebagai berikut:
a.      Pancasila
Pancasila sebagai pandangan hidup dan kepribadian bangsa Indonesia serta sebagai kristalisasi nilai-nilai luhur bangsa Indonesia menempatkan manusia pada keluhuran harkat dan martabat makhluk Tuhan Yang Maha Esa dengan kesadaran pengembangan kodratnya sebagai mahluk pribadi dan makhlu sosial. Hal ini tercemin dalam setiap sila-sila pancasila. Adapun nilai yang terkandung dari kelima sila tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:
§  Pengakuan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
§  Pengakuan bahwa kita sederajat dalam mengemban kewajiban dan memiliki hak yang sama serta menghormati sesama manusia tanpa membedakan keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit, suku atau bangsa
§  Mengajarkan sikap saling mencintai sesama manusia, sikap tenggang rasa dan sikap sewenang-wenang terhada orang lain.
§  Selalu bekerja sama, saling menghormati dan selalu berusaha menolong sesama.
§  Mengembangkan sikap berani membela kebenaran dan keadilan serta sikap adil dan jujur.
§  Menyadari bahwa manusia sama derajatnya sehingga manusia Indonesia merasa dirinya bagian dari seluruh umat manusia.

b.      Pembukaan UUD 1945
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa  “kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh karena itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan...”. Ini merupakan suatu pernyataan universal arena semua bangsa ingin merdeka. Bahkan, dalam berbangsa yang merdeka, juga ada rakyat yang ingin merdeka, yakni bebas dari penindasan oleh penguasa, kelompok atau manusia lainnya.

c.       Di Dalam Batang Tubuh UUD 1945
HAM dalam Pembukaan  UUD 1945, Batang tubuh UUD 1945, dan Tap MPR No. XVII/MPR/1998. Hak-hak azazi manusia dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia meliputi:

1.    Pembukaan UUD 1945
HAM dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat dalam Alinea I, Alinea II, Alinea III, Alinea IV.
a.     Alinea I    :”Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa”.
b.    Alinea II   :”...menghantarkan rakyat indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu dan berdaulat, adil, dan makmur”.
c.    Alinea III  :”...atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorangkan oleh keinginan luhur, supay berkehidupan yang bebas...”
d.   Alinea IV  :”...melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteaan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia...”

2.    Batang tubuh UUD 1945
HAM dalam batang tubuh UUD 1945, meliputi
a.    Pasal 27 Ayat (1), yaitu jaminan hak kesamaan kedudukan dalam bidang hukum dan pemerintahan.  
b.    Pasal 27 Ayat (2), yaitu jaminan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
c.    Pasal 28E Ayat (3), yaitu jaminan tentang kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pendapat secara lesan dan tulisan.
d.   Pasal 29 Ayat (2), yaitu jaminan kemerdekaan memeluk agama.
e.    Pasal 30 Ayat (1), yaitu jaminan hak dan kewajiban dalam usaha pembelaan Negara.
f.     Pasal 31, yaitu jaminan mendapatkan pengajaran.
g.    Pasal 32, yaitu jaminan memajukan kebudayaan nasional.
h.    Pasal 33, yaitu jaminan Hak Azazi Manusia di bidang ekonomi.
i.      Pasal 34, yaitu jaminan hak sosial kemanusiaan.

3.    Tap MPR No. XVII/  MPR/ 1998
Dalam Tap MPR No. XVII/  MPR/ 1998 berisi tentang Piagam Hak Azazi Manusia serta pandangan hidup dan sikap bangsa Indonesia terhadap Hak Azazi Manusia. Dalam ketetapan tesebut berisi tentang Hak Azazi Manusia, antara lain
a.    Hak untuk hidup, hak berkeluarga, dan hak melanjutkan ketrurunan,
b.    Hak mengembangkan diri,
c.    Hak keadilan,
d.   Hak atas kebasan informasi,
e.    Hak atas keamanan,
f.     Hak atas kemerdekaan,
g.    Hak kesejahteraan, dan
h.    Hak perlindungan dan kemajuan.

d.      UU No. 33 Tahun 1999 Tentang Hak Azazi Manusia
Selain mengatur Hak Azazi Manusia, undang-undang ini juga, mengatur kewajiban asasi manusia, yaitu sebagai berikut:
1.      Bahwa setiap hak azazi sesorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggung jawab untuk menghormati hak azazi orang lain secara timbal balik.
2.      Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk pada batasan-batasan yang ditetapkan oleh undang-undang. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin pengakuan serta penghormatan hak dan kebebasan orang lain untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis.

e.       UU No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Azazi Manusia
Untuk ikut serta memelihara dunia dan menjamin pelaksanaan Hak Azazi Manusia serta memberi perlindungan, kepastian, keadilan dan perasaan aman, perlu dibentuksuatu pengadilan Hak Azazi Manusia untuk menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran Hak Azazi Manusia.

f.       Hukum Internasional Tentang Hak Azazi Manusia yang Telah Diratifikasi Negara Republik Indonesia
Berikut ini adalah beberapa hukum internasional tentang Hak Azazi Manusia yang telah diratifikasi antara lain:
-   Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1998 tentang pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel In Human or Degrading Treatment or Punishment (konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia).
-   Undang-Undang No. 8 Tahun 1998 tentang pengesahan konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita.
-   Deklarasi sedunia tentang Hak Azazi Manusia Tahun 1998 (Declaration Universal of Human Rights).

3)      Ciri Pokok Hakikat HAM

Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa ciri pokok hakikat HAM yaitu:
1.    HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
2.    HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.
3.    HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah Negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM (Mansyur Fakih, 2003).

4)      Perkembangan Pemikiran HAM

 Dibagi dalam 4 generasi, yaitu :
Ø Generasi pertama berpendapat bahwa pemikiran HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik. Fokus pemikiran HAM generasi pertama pada bidang hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan Negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan sesuatu tertib hukum yang baru.
Ø Generasi kedua pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi pemikiran HAM generasi kedua menunjukan perluasan pengertian konsep dan cakupan hak asasi manusia. Pada masa generasi kedua, hak yuridis kurang mendapat penekanan sehingga terjadi ketidakseimbangan dengan hak sosial-budaya, hak ekonomi dan hak politik.
Ø Generasi ketiga sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua. Generasi ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum dalam suatu keranjang yang disebut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan. Dalam pelaksanaannya hasil pemikiran HAM generasi ketiga juga mengalami ketidakseimbangan dimana terjadi penekanan terhadap hak ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama, sedangkan hak lainnya terabaikan sehingga menimbulkan banyak korban, karena banyak hak-hak rakyat lainnya yang dilanggar.
Ø Generasi keempat yang mengkritik peranan negara yang sangat dominant dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak negative seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat. Selain itu program pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan kebutuhan rakyat secara keseluruhan melainkan memenuhi kebutuhan sekelompok elit. Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh Negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi manusia yang disebut Declaration of the basic Duties of Asia People and Government

1.      Perkembangan Pemikiran HAM Dunia:
a.    Magna Charta
Pada umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM di kawasan Eropa dimulai dengan lahirnya magna Charta yang antara lain memuat pandangan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolute (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat dengan hukum yang dibuatnya), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat diminta pertanggung jawabannya dimuka hukum(Mansyur Effendi,1994).
b.   The American declaration
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of Independence yang lahir dari paham Rousseau dan Montesquuieu. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir ia harus dibelenggu.
c.    The French declaration
Selanjutnya, pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration (Deklarasi Perancis), dimana ketentuan tentang hak lebih dirinci lagi sebagaimana dimuat dalam The Rule of Law yang antara lain berbunyi tidak boleh ada penangkapan tanpa alasan yang sah. Dalam kaitan itu berlaku prinsip presumption of innocent, artinya orang-orang yang ditangkap, kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah, sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah.
d.   The Four Freedom
Ada empat hak kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat, hak kebebasan memeluk agama dan beribadah sesuai dengan ajaran agama yang diperlukannya, hak kebebasan dari kemiskinan dalam Pengertian setiap bangsa berusaha mencapai tingkat kehidupan yang damai dan sejahtera bagi penduduknya, hak kebebasan dari ketakutan, yang meliputi usaha, pengurangan persenjataan, sehingga tidak satupun bangsa berada dalam posisi berkeinginan untuk melakukan serangan terhadap Negara lain ( Mansyur Effendi,1994).
2.      Perkembangan Pemikiran HAM di Indonesia:
Pemikiran HAM periode sebelum kemerdekaan yang paling menonjol pada Indische Partij adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakukan yang sama hak kemerdekaan.
Sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang di Indonesia telah berlaku 3 UUD dalam 4 periode, yaitu:

Ø Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, berlaku UUD 1945
Ø Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950, berlaku konstitusi Republik Indonesia Serikat
Ø Periode 17 Agustus sampai 5 Juli 1959, berlaku UUD 1950
Ø Periode 5 Juli 1959 sampai sekarang, berlaku Kembali UUD 1945

5)      HAM Dalam Tinjauan Islam
Adanya ajaran tentang HAM dalam Islam menunjukan bahwa Islam sebagai agama telah menempatkan manusia sebagai makhluk terhormat dan mulia. Oleh karena itu, perlindungan dan penghormatan terhadap manusia merupakan tuntutan ajaran itu sendiri yang wajib dilaksanakan oleh umatnya terhadap sesama manusia tanpa terkecuali. Hak-hak yang diberikan Allah itu bersifat permanent, kekal dan abadi, tidak boleh dirubah atau dimodifikasi (Abu A'la Almaududi, 1998). Dalam Islam terdapat dua konsep tentang hak, yakni hak manusia (hak al insan) dan hak Allah. Setiap hak itu saling melandasi satu sama lain. Hak Allah melandasi manusia dan juga sebaliknya. Dalam aplikasinya, tidak ada satupun hak yang terlepas dari kedua hak tersebut, misalnya sholat.
Sementara dalam hal al insan seperti hak kepemilikan, setiap manusia berhak untuk mengelola harta yang dimilikinya.
Konsep islam mengenai kehidupan manusia didasarkan pada pendekatan teosentris (theocentries) atau yang menempatkan Allah melalui ketentuan syariatnya sebagai tolak ukur tentang baik buruk tatanan kehidupan manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakjat atau warga bangsa. Dengan demikian konsep Islam tentang HAM berpijak pada ajaran tauhid. Konsep tauhid mengandung ide persamaan dan persaudaraan manusia. Konsep tauhid juga mencakup ide persamaan dan persatuan semua makhluk yang oleh Harun Nasution dan Bahtiar Effendi disebut dengan ide perikemakhlukan. Islam datang secara inheren membawa ajaran tentang HAM, ajaran islam tentang HAM dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran islam yaitu al-Qur'an dan al-Hadits yang merupakan sumber ajaran normative, juga terdapat praktek kehidupan umat islam.
Dilihat dari tingkatannya, ada 3 bentuk HAM dalam Islam, pertama, Hak Darury (hak dasar). Sesuatu dianggap hak dasar apabila hak tersebut dilanggar, bukan hanya membuat manusia sengsara, tetapi juga eksistensinya bahkan hilang harkat kemanusiaannya. Sebagai misal, bila hak hidup dilanggar maka berarti orang itu mati. Kedua, hak sekunder ( hajy ) yakni hak-hak yang bila tidak dipenuhi akan berakibat hilangnya hak-hak elementer misalnya, hak seseorang untuk memperoleh sandang pangan yang layak maka akan mengakibatkan hilangnya hak hidup. Ketiga hak tersier (tahsiny) yakni hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak primer dan sekunder (Masdar F. Mas'udi, 2002)
Mengenai HAM yang berkaitan dengan hak-hak warga Negara, Al Maududi menjelaskan bahwa dalam Islam hak asasi pertama dan utama warga negara adalah:
Ø  Melindungi nyawa, harta dan martabat mereka bersama-sama dengan jaminan bahwa hak ini tidak kami dicampuri, kecuali dengan alasan-alasan yang sah dan ilegal.
Ø  Perlindungan atas kebebasan pribadi. Kebebasan pribadi tidak bisa dilanggar kecuali setelah melalui proses pembuktian yang meyakinkan secara hukum dan memberikan kesempatan kepada tertuduh untuk mengajukan pembelaan
Ø  Kemerdekaan mengemukakan pendapat serta menganut keyakinan masing-masing
Ø  Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok bagi semua warga negara tanpa membedakan kasta atau keyakinan. Salah satu kewajiban zakat kepada umat Islam, salah satunya untuk memenuhi kebutuhan pokok warga negara.

6)      HAM Dalam Perundang-Undangan Nasional
Dalam perundang-undangan RI paling tidak terdapat bentuk hukum tertulis yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi (UUD Negara). Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam Undang-undang. Keempat, dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti peraturan pemerintah, keputusan presiden dan peraturan pelaksanaan lainnya.
Kelebihan pengaturan HAM dalam konstitusi memberikan jaminan yang sangat kuat karena perubahan dan atau penghapusan satu pasal dalam konstitusi seperti dalam ketatanegaraan di Indonesia mengalami proses yang sangat berat dan panjang, antara lain melalui amandemen dan referendum, sedangkan kelemahannya karena yang diatur dalam konstitusi hanya memuat aturan yang masih global seperti ketentuan tentang HAM dalam konstitusi RI yang masih bersifat global. Sementara itu bila pengaturan HAM dalam bentuk Undang-undang dan peraturan pelaksanaannya kelemahannya, pada kemungkinan seringnya mengalami perubahan.
B.     PELANGGARAN HAM
Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Sedangkan bentuk pelanggaran HAM ringan selain dari kedua bentuk pelanggaran HAM berat itu.
Pelanggaran terhadap HAM dapat dilakukan oleh baik aparatur negara maupun bukan aparatur negara (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Karena itu penindakan terhadap pelanggaran HAM tidak boleh hanya ditujukan terhadap aparatur negara, tetapi juga pelanggaran yang dilakukan bukan oleh aparatur negara. Penindakan terhadap pelanggaran HAM mulai dari penyelidikan, penuntutan, dan persidangan terhadap pelanggaran yang terjadi harus bersifat non-diskriminatif dan berkeadilan. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan umum.
1.      Penaggung jawab dalam penegakan (respection), pemajuan (promotion), perlindungan (protection) dan pemenuhan (fulfill) HAM.
Tanggung jawab pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM tidak saja dibebankan kepada negara, melainkan juga kepada individu warga negara. Artinya negara dan individu sama-sama memiliki tanggung jawab terhadap pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM. Karena itu, pelanggaran HAM sebenarnya tidak saja dilakukan oleh negara kepada rakyatnya, melainkan juga oleh rakyat kepada rakyat yang disebut dengan pelanggaran HAM secara horizontal.

2.      Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM
• Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN oleh seniornya dengan dalih pembinaan yang menyebabkan meninggalnya Klip Muntu pada tahun 2003.
• Dosen yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada suatu mata kuliah kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap mahasiswa.
• Para pedagang yang berjualan di trotoar merupakan pelanggaran HAM terhadap para pejalan kaki, sehingga menyebabkan para pejalan kaki berjalan di pinggir jalan sehingga sangat rentan terjadi kecelakaan.
• Para pedagang tradisioanal yang berdagang di pinggir jalan merupakan pelanggaran HAM ringan terhadap pengguna jalan sehingga para pengguna jalan tidak bisa menikmati arus kendaraan yang tertib dan lancar.
• Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anaknya masuk pada suatu jurusan tertentu dalam kuliahnya merupakan pelanggaran HAM terhadap anak, sehingga seorang anak tidak bisa memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.
C.     PERADILAN HAM

Tentang pelanggaran, pengembangan, produksi, penyimpanan senjata biologis, Peradilan HAM merupakan lembaga perlindungan Hak Azazi Manusia yang dibentuk untuk memenuhi tuntutan masyarakat secara umum, selai telah terpenuhi instrumen-instrumen hukum HAM secara nasional atau internasional. Perlindungan HAM Internasional seperti Komisi HAMPBB (The United Nations Commission on Human Rights) dan Mahkamah Internasional (Internation Criminal Court), sedangkan di kelembagaan nasional dapat dilakukan melalui Komnas HAM, pengadilan HAM dan Komisi kebenaran dan Rekonsiliasi.

1.  Pengadilan HAM Internasional

Kejahatan kemanusiaan masih sering terjadi diberbagai negara, meskipun telah dibentuk Pengadilan HAM Internasional. Sebagian besar negara-negara menolak campur tangan internasioanal, sebab tindakan kekerasan yang mereka lakukan melahirkan kejahatan manusia.
Contoh konvakensi internasional tentang HAM,
1)   Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949,
2)   Konvensi tentang hak politik kaum perempuan,
3)   Konvensi hak anak.
4)   Protokol tambahan Konvensi hak anak tentang perdagangan anak, prostitusianak, dan pornografi anak,
5)   Konvensi serta pemusnahannya.
6)   Konvensi internasional terhadap anti apartheid dalam olahraga,
7)   Konvensi internasional tentang penghapusan semua bentuk diskriminasi rasial,
8)   Konvensi internasional untuk penghentian pembiayaan terorisme dan
9)   Konvensi OrganisasiBuruh Internasional No. 87  Tahun 1998 tentang kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi.
2.  Bentuk kejahatan-kejahatan HAM berat

1)   Kejahatan kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut tujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional, penyiksaan, perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara, penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional, penghilangan orang secara paksa, dan kejahatan apartheid.
2)   Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis dan kelompok agama. Kejahatan genosida dilakukan dengan cara membunuh anggota kelompok, mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok, menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya, memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok, dan memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM).
3)   Agresi, yaitu penyerangan suatu bangsa atau negara terhadap bangsa atau negara lain.
4)   Kejahtan perang.

3.  Lembaga Pengadilan HAM Internasional

Mahkamah Internasional merupakan badan kelengkapan PBB yang berpusat di Den Haag, Belanda. Anggotanya terdiri dari para ahli hukum dari berbagai negara anggota PBB masa jabatan Mahkamah Internasional adalah 9 tahun. Mahkamah Internasional terdiri atas 15 orang hakim yang dipilih dari 15 negara berdasarkan kecakapan dalam hukum. Semua anggota PBB juga anggota Mahkamah Internasional.
Tugas Mahkamah Internasional,
1)   Menyelesaikan sengketa negara.
2)   Mahkamah Militer Internasional, mahkamah ini dibentuk tahun 1945, tugasnya untuk mengadili tindak kejahatan internasional seperti Kejahatan Perang Dunia II.
3)   Mahkamah Pidana Internasional, mahkamah ini dibentuk pada 17 Juli 1998 untuk mengadili tindak kejahatan genosida, kejahatan kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi.
4)   Memutuskan hukum yang dilimpahkan oleh pihak yang bersengketa.

D.     PERAN SERTA DALAM UPAYA PEMAJUAN, PENGHORMATAN DAN PENEGAKAN HAK AZAZI MANUSIA
Dalam upaya menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tiap individu dan masyarakat, pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM telah dicantumkan dalam pasal-pasal UUD 1945, serta UU tentang HAM dan pengadilan HAM. HAM yang tercantum dalam pasal-pasal UUD 1945, antara lain:
1.      Hak hidup, tiap warga negar berhak untuk hidup. Membunuh orang lain tanpa sebab itu melanggar hak hidup manusia. Pemerintah menjamin dan melindungi hak hidup warganya.
2.      Hak memperoleh prlindungan dalam keamanan, kesehatan, dan sebagainya. Pemerintah menjamin dan melindungi agar seluruh warganya hidup aman, sehat, dan tenang dalam hidup dalam masyarakat. Di daerah-daerah didirikan sekolah kedokteran, kesehatan masyarakat, rumah sakit, puskesmasuntuk meningkatkan kesehatan penduduk. Juga pihak ABRI selalu siap menjaga keamanan masyarakat.
3.      Hak memperoleh pendidikan dan pengajaran. Adanya sekolah-sekolah adalah sebagai wujud usaha pemerintah untuk meningkatkan kecerdasan bangsa. Sesuai dengan tujuan Negara Republik Indonesia yang tercemin dalam alinea IV pembukaan UUD 1945, bahwa pemerintah warga negara Indonesia antara lain berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa, maka Pasal 31 Ayat (1) menetapkan bahwa tiap-tiap warganegara berhak mendapatkan pengajaran. Untuk maksud itu UUD mewajibkan Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran Nasional yang diatur dengan Undang-Undang (Pasal 31 Ayat (2)).
4.      Hak kebebasan beragama dan menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaan yang dianutnya. Pemerintah mendirikan sekolah-sekolah agama, membantu pihak swasta mendirikan pesantren-pesantren, memberikan pelajaran agama di sekolah-sekolah, mendirikan tempat-tempat ibadah, separti masjid, gereja, kelenteng, pura dan sebagainya. Pemerintah menjamin dan melindungi kehidupan beragama dari warganya itu. Harus diciptakan kerukunan hidup antar umat beragama itu. Pasal 29 Ayat (1) menyatakan “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”. Selanjutnya dalam penjelasan UUD menyatakan bahwa ayat ini menyatakan kepercayaan Bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pasal 29 ayat (2) menyatakan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Kebebasan beragama adalah merupakan salah satu hak azazi di antara Hak-Hak Azazi Manusia, karena kebebasan beragama itu langsung bersumber kepada martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Hak kebebasan beragama itu bukan pemberian Negara atau bukan pemberian golongan. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa itu berdasarkan keyakinan, hingga tidak dapat dipaksakan.
5.      Hak memperoleh pelayanan pemerintah sosial. Pemerintah memelihara anak-anak terlantar, usia lanjut, dan sebagainya. Mereka ini ditampung di panti-panti asuhan, dan yayasan sosial lainnya. Dalam pasal 34 UUD dinyatakan “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”.
6.      Hak mengeluarkan pendapat, berserikat dan berkumpul, mengadakan dan mengeluarkan pendapat. Pasal 28 UUD menetapkan hak waraganegara dan penduduk untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan atau tulisan dan sebagainya yang di atur dengan undang-undang. Pasal ini mencerminkan bahwa negara Indonesia adalah negara demokratis.
7.      Hak dan kewajiban terhadap pembelaan negara, ialah hak dan kewajiban mempertahankan kemerdekaan dan tetap tegaknya Negara Pancasila Republik Indonesia. Pasal 30 ayat (1) menyatakan hak dan kewajiban setiap warganegara ikut serta dalam usaha pembelaan Negara; dan ayat (2) menyatakan pengaturannya lebih lanjut dilakukan dengan undang-undang.
8.      Hak kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintah. Negara Republik Indonesia menganut asas bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum dan pemerintah. Ini sebagai konsekuensi prinsip kedaulatan rakyat yang bersifat kerakyatan. Pasal 27 ayat (1) menyatakan kesamaan kedudukan warganegara didalam hukum dan pemerintah dan berkewajiban menjunjung hukum dan pemerintah dengan tidak ada kecualinya. Hal ini menunjukkan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban, dan tidak ada diskriminasi di antara warganegara, baik mengenai haknya maupun mengenai kewajibannya.
9.      Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pasal ini memancarkan asas keadilan sosial dan kerakyatan.
10.  Hak kesejahteraan sosial. Pasal 33 dan 34 mengatur hak kesejahteraan sosial bagi warganegara. Pasal 33 terdiri tiga ayat menyatakan: (1) perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai harkat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, dan (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuaran rakyat.

Untuk menciptakan kondisi yang kondusif dalam uaya pencegahan terjadi pelanggaran terhadap HAM, pemerintah melalaui peraturan perundang-undangan yang dibuatnya, dimasukkanlah masalah HAM tersebut. Baik dalam UUD, ketetapan MPR, UU dan peraturan perundang-undangan lainnya.

E.     INTRUMEN HUKUM HAK AZAZI MANUSIA

Hak Azazi Manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa sejak lahir. Akan tetapi dalam praktik pemenuhan hak-hak asasi manusia tidak semudah yang tidak bayangkan.

Hak Azazi Manusia juga diakui dunia internasional dan keberadaannya diatur dalam hukum internasional. Dalam upaya penegakan HAM maka diperlukan instrumen-instrumen HAM yang diakui seluruh komunitas internasional sebagai berikut:



a.    Universal Declaration of Human Right (UHDR) Piagam PBB 1948
Tujuan dibentuknya Piagam PBB 1948 sebagai berikut:

1)    Mengembangkan hubungan persaudaraan antar bangsa berdasarkan penghormatan terhadap prinsip hak-hak yang sama dan penentuan nasib sendiri.
2)    Kerjasama internasional dalam menyelesaika masalah-masalah internasional, maliputi ekonomi, sosial, budaya, dan kemanusiaan.
3)    Mempertahankan perdamaian dan keamanan internasional.
Hak Azazi Manusia dibuat dengan tujuan untuk melindungi hidup, kemerdekaan, keamanan pribadi, menjamin kebebasan menyatakan pendapat, berkumpul secara damai, berserikat, berkepercayaan agama, kebebasan bergerak, melarang perbudakan, menahan sewenang-wenang, pemenjaraan tanpa proses pengadilan jujur dan adil hak ekonomi, sosial budaya, serta pelanggaran hak pribadi seseorang.

b.   International Convenant on Economic, Social, and Cultural Right / Konvenan Internasional hak Ekonomi, sosial, dan budaya tahun 1966.
Konvenan ini memuat tentang sejumlah rumusan hak ekonomi, sosial, dan budaya. Pemerintah tidak menyediakan kebutuhan rakyat secara langsung seperti sandang, pangan, dan papan. Dalam hal ini, negara menyediakannya sesuai dengan sumber dana yang tersedia.

c.    International Convenant on Civil and Political Right / Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik Tahun 1966
Konvenan ini berisi rumusan hak sipil dan politik serta negara berkewajiban mengizinkan setiap orang untuk menjadi anggota suatau minoritas etnis, agama, atau bangsa dalam komunitas bersama kelompok yang lain. Konvenan tersebut memuat tentang,

1)   Hak untuk bebas dari hukuman penjara, karena gagal memenuhi kewajiban kontrak (Pasal 11).
2)   Hak semua orang yang mendapat hukuman untuk diperlukan secara manusiawi dengan menghormati martabatnya sebagai manusia (Pasal 10 Ayat (1)).
3)   Hak asasi perlindungan istimewa untuk anak-anak (Pasal 24).

Selain itu, konvenan ini juga memuat tentang hak-hak suaka, hak memperoleh kewarganegaraan, dan hak untuk memiliki kekayaan sendiri.

d.   Deklarasi Wina (Vienna Declaration) Tahun 1993
Deklarasi Wina dianggap sebagai deklarasi kedua mengenai Hak Azazi Manusia setelah Universal Declaration of Human Right 1948. Kedua deklarai ini sepakat untuk menghimbau negara-negara anggota PBB untuk mengesahkan perangkat-perangkat intersional yang sangat penting di bidang HAM.


e.    Optional Protokol to The International Convenant / Protokol Pilihan Tahun 1966
Protokol yang mengatur tentang perlindungan bagi warganegara dalam mengemukakan  secara individual. Apalagi hak-hak tersebut dilanggar, maka pengaduan melalui Komite Hak Azazi Manusia atau Human Right (HRC). Badan ini mempunyai wewenang untuk memutuskan apakah sebuah negara telah melindungi hak-hak yang dilindungi konvenan. Selain itu, protokol ini juga mengatur tentang,
1)   Kewajiban negara-negara anggota untuk menyampaikan laporan-laporan yang telah diambil dalam protokol pilihan dan mengenai kemajuan yang akan dicapai dalam pelaksanaan hak-hak.
2)   Pengaduan antar negara yang terjadi terhadap pelanggaran koncenan.

F.    PENGADILAN MENGENAI HAK AZAZI MANUSIA

Peanggaran berat terhadap Hak Azazi Manusia menimbulkan penderitaan, kesengsaraan, dan ketidakadilan. Pelanggaran berat Hak Azazi Manusia merupakan bentuk kejahatan yang meliputi genocide dan kejahatan terhadap kemausiaan. Tindak kejahatan itu dianggap sebagai kejahatan internasional. Kejahatan internasional berlaku yuridiksi universal, artinya dapat dituntut tidak hanya kewarganegaraan si pelaku, tetapi juga Negara dan masyarakat internasional. Oleh karena itu, para pelaku pelanggaran berat Hak Azazi Manusia layak untuk diadili dan diancam dengan hukuman.
Pada dasarnya pelaku pelanggaran berat Hak Azazi Manusia dapat diadili melalui pengadilan nasional dan pengadilan internasional. Pengadilan internasional dibebentuk oleh suatu negara yang secara khusus diberi kewenangan untuk mengadili pelaku pelanggaran berat Hak Azazi Manusia. Contoh di Indonesia adalah pengadilan HAM dan pengadilan Ad Hoc HAM. Pengadilan internasional adalah pengadilan yang dibentuk masyarakat internasional yang secara khusus diberi wewenang mengadili pelaku kejahatan internasional.

1.      Pengadilan Nasional Mengenai Hak Azazi Manusia
Pengadilan nasional dapat mengadili pelaku pelanggaran berat Hak Azazi Manusia yang merupakan warga negara sendiri dan juga warga negara lain yang disangka melakukan kejahatan internasional. Pengadilan internasional juga dapat menuntut warga negara lain yang biasanya negara tersebut menjadi korban kejahatan si pelaku.
Namun, sebuah negara dapat menuntut pelaku kejahatan internasional yang bukan warga negaranya meskipun negara tersebut tidak menjadi korban kejahatann si pelaku atau tidak ada kaitannya dengan peristiwa. Hal ini dimungkinkan sepanjang peraturan perundang-undangan nasional memungkinkan hal itu, seperti di Belgia ketika Ariel Sharon, Fidel Castron, dan Yaser Arafat adalah nam-nama besar yang pernah diajukan ke pengadilan Belgia atas tuduhan melakukan kejahatan atas kemanusiaan.
2.      Pengadilan Inetrnasional Mengenai Hak Azazi Manusia
Pengadilan internasional dibentuk untuk mengadili para pelaku pelanggaran berat HAM atau kejahatan internasional. Pelaku kejahatan yang diadili oleh pengadilan nasional Peradilan Internasional yang berwenang mengadili para tersangka kejahatan internasional dapat dikategorikan dalaam dua bentuk, yaitu
a.       Pengadilan internasional yang bersifat ad hoc atau sementara, yang berarti setelah selesai mengadili peradilan ini dilikuidasi atau di bubarkan.
b.      Pengadilan internasional yang permanen atau tetap.
a.      Peradilan Ad Hoc Internasional
Bentuk peradilan ad hoc dalam praktuk dibentuk melalui dua cara. Pertama, dibentuk negara-negara berdasarkan suatu perjanjian internasional. Ini terjadi pasca-Perang Dunia II ketika dibentuk Internasional Military Tribunal (IMT) yang berkedudukan di Nurembung dan Tokyo. IMT waktu itu memang bertugas mengadili penjahat Jepang dan Jerman.
Kedua, peradilan internasional ad hoc yang dibentuk lewat resolusi Dewan Keamanan PBB. Bentuk ini hingga saat ini ada dua, yaitu Intermasional Criminal Tribunal for Former Yugoslavia (ICTY), dan Internasional Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR).
Pernah suatu ketika Dewan Keamanan PBB didesak untuk membentuk Interna sional Criminal Tribunal for East Timor (ICTET), yaitu peradilan internasional untuk kasus HAM di Timor Timur. Hanya saja peradilan tersebut tidak jadi diadakan karena keberatan bagi Indonesia. Sebagai kompromi, Indonesia membentuk Peradilan HAM melalui UU No. 26 Tahun 2000 tentang HAM.
Pengadilan Ad Hoc internasional melalui resolusi DK PBB ini dapat dijalankan di suatu negara dengan tiga syarat, yaitu
1)      Kasus kejahatan tersebut berlangsung dalam suatu konflik yang berlarut-larut.
2)      Kejahatan yang dilakukan daapt mengancam perdamaian internasional ataupun regional.
3)      Pemerintah negara yang bersangkutan tidak berdaya dan tidak sanggup menciptakan proses peradilan yang objektif.
b.      Peradilan yang Bersifat Permanen
Bentuk peradilan internasional kedua adalah peradilan yang bersifat permanen, yaitu Internasional Criminal Court (ICC) atau disebut Mahkamah Pidana Internasional. ICC didirikan berdasarkan sebuah perjanjian internasional pada tahun 1998 atau dikenal dengan nama Statuta Roma. Pada 1 Juli 2002, statuta ini telah diratifikasi oleh 60 negara dan secara otomatis statute ini telah berlaku. Mahkamah ini akan menjadi lembaga pengadilan internasional permanen yang tidak dibatasi oleh masalah waktu dan tempat. Namun ICC hanya berlaku bagi negara-negara yang telah meratifikasikan. Atrinya, mahkamah ini dapat bekerja terhadap sebuah kejahatan jika negara tersebut sudah meratifikasi Statuta Roma. Jika suatu negara telah meratifikasinya maka dengan otomatis negara tersebut mengakui yuridiksi mahkamah. Setiap negara peserta diharuskan untuk membantu dan bekerja sama dengan mahkamah dalam seluruh tahapan kerja.
Mahkama Pidana Internasional bermarkas di haque, Belanda. Mahkamah Pidana Internasional mempunyai wewenang untuk menangani beberapa jenis kejahatan internasional seperti genocide, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan agresi, dan kejahatan perang.
Dengan adanya pengadilan terhadap pelanggaran hak azazi manusia berat ini maka para pelaku pelanggaran berat hak azazi manusia tidak bisa lepas dari tanggung jawab. Apabila pengadilan nasional tidak mampu mengadilinya maka masyarakat internasional dapat meminta pertanggung jawaban itu melalui pengadilan internasional.

G.  KEIKUTSERTAAN INDONESIA DALAM KONVERSI INTERNASIONAL TENTANG HAM

PBB pada tahun 1948 telah mengeluarkan Deklarasi Universal Hak Azazi Manusia (Universal Declaration of Human Rights). Pengakuan masyarakat internasional tentang Hak Azazi Manusia semakin kuat dengan banyaknya konvensi internasional mengenai Hak Azazi Manusia. Perkembangan tentang HAM internasional tersebut tentu tidak dapat diabaikan begitu saja oleh pemerintah Indonesia. Norma-norma HAM tertentu, terutama yang dimuat dalam konvensi-konvensi yang diprakarsai PBB, banyak yang kemudian dipandang sebagai standar minimum bagi perlindungan HAM di seluruh dunia. Norma-norma demikian dalam masyarakat internasional diterima sebagai prinsi hokum umum ataupun hokum kebiasaan internasional sehingga harus ditaati oleh semua negara.
Oleh karena itu, bangsa Indonesia sebagai anggota PBB mempunyai tanggung jawab untuk menghormati ketentuan yang tercantum dalam deklarasi tersebut. Bangsa Indonesia sebagai anggota PBB mempunyai tanggung jawab untuk menghormati Deklarasi Universal Hak Azazi Manusia dan berbagai instrumen internasional lainnya yang mengenai HAM.
Tanggung jawab dan menghormati berbagai konversi internasional tentang HAM tersebut diwujudkan dengan keikut sertaan Indonesia untuk meratifikasi berbagai instrumen internasional tersebut. Meratifikasi suatu perjanjian berarti bahwa suatu negara mengikatkan diri untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang ada dalam perjanjian dan bahwa ketentuan-ketentuan itu menjadi bagian dari hukum nasionalnya. Pada umumnya, pelaksanaan suatu perjanjian internasional melalui proses negoisasi (perundingan), penandatanganan, dan ratifikasi. Setelah diratifikasi, isi perjanjian tersebut berlaku sebagai hukum nasionalnya.
Dengan meratifikasi berbagai instrumen internasional mengenai HAM berarti Indonesia secara langsung sudah mengikatkan diri pada isi dokumen tersebut dan menjadikannya sebagai bagian dari hukum nasional Indonesia. Selain itu, sewaktu-waktu Indonesia harus siap mendapat pengawasan dari dunia internasional mengenai praktik-praktik pelaksaan ataupun pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia.
Bagi Indonesia ratifikasi konvensi-konvensi HAM akan menambah kepercayaan masyarakat internasional akan komitmen Indonesia terhadap HAM. Seringkali hubungan internasional Indonesia, terutama dengan Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya, baik hubungan-hubungan ekonomis maupun politis, masih mensyaratkan perbaikan perlindungan HAM di Indonesia. Masalah HAM sering dijadikan alat pihak asing untuk menekan Indonesia dalam hubungan internasional dengan meratifikasi konvensi-konvensi HAM, akan memperlancar hubungan internasional Indonesia. Ratifikasi konvensi-konvensi HAM juga diharapkan dapat memperkuat jaminan perlindungan HAM di Indonesia.
Beberapa macam konvensi internasional tentang HAM yang sudah diratifikasi Indonesia adalah sebagai berikut.
1.      Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949 diratifikasi dengan UU No. 59 Tahun 1958.
2.      Konvensi tentang  Hak Politik Kaum Perempuan (Convention on the political Rights of Women) diratifikasi dengan UU No. 68 Tahun 1958.
3.      Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of Discrimination Against Women) diratifikasi dengan UU No. 7 Agustus 1984.
4.      Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child ) diratifikasi dengan Keppres No. 36 Tahun 1990.
5.      Konvensi Pelanggaran, Pengembangan, Produksi dan Penyimpanan Senjata Biologis dan Beracun serta Pemusnahannya (Convention on the Prohibition of the Develoment, Produktion and Stockpiling of Bakteriological (Biological) and Toxic Weapon and on Their Destrucktion) diratifikasi dengan Keppres No. 58 Tahun 1991.
6.      Konvensi Internasional terhadap Anti-Apartheid dalam Olahraga (International Convention Against Apartheid in Sports) diratifikasi dengan UU No. 48 Tahun 1993.
7.      Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lainnya yang kejam, Tidak manusiawi, atau Merendahkan Martabat manusia (Torture Convention) diratifikasi dengan UU No. 5 Tahun 1998.
8.      Konvensi Organisasi Buruh Internasional Nomor 87 1998 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi (ILO Convention No. 87 Concerning Freedom of Association and Protection on the Rights to Organise) diratifikasi dengan UU No. 83 Tahun 1998.
9.      Konvensi Internasional tentang Penghapusan Semua bentuk Diskriminasi Rasial (Convention on the Elimination of Racial Discrimination) diratifikasi dengan UU No. 29 Tahun 1999.








BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.
HAM setiap individu dibatasi oleh HAM orang lain. Dalam Islam, Islam sudah lebih dulu memperhatikan HAM. Ajaran Islam tentang Islam dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran Islam itu yaitu Al-Qur'an dan Hadits yang merupakan sumber ajaran normatif, juga terdapat dalam praktik kehidupan umat Islam.
Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.
B.     Saran-Saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.
Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan mengimbangi antara HAM kita dengan HAM orang lain.










Daftar pustaka
Atmasasmita, Romli. 2001. Reformasi Hukum Hak Azazi Manusia dan Penegakan Hukum. Bandung: Mandar Maju.
Jutmini Sri, Winarno. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan Jilid I untuk Kelas X SMA dan MA. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
-------------, Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Azazi Manusia. www.undang-undang Indonesia.com
-------------, Undang-Undang Republik Indonesia No.39 Tahun 1999 tentang Hak Azazi Manusia. www.undang-undangindonesia.com
Dian, Romana. Modul Pendidikan Kewarganegaraan Untuk SMA/MA-SMK/MAK Semester Ganjil. Surakarta: PT Pratama Mitra Aksara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar