BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Hak
merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam
penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang
terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga
merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang
sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih
dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era
sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup
tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai
kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau
pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini penulis merasa tertarik
untuk membuat makalah tentang HAM Pengertian HAM.
1.
Landasan Hukum HAM di Indonesia
2.
Peranan HAM
3.
Instrumen HAM
4.
Perkembangan HAM
5.
HAM dalam tinjauan Islam
6.
Contoh-contoh pelanggaran HAM
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat dirumuskan masalah-masalah
yang akan dibahas pada penulisan kali ini. Masalah yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
1.
Apakah pengertian
HAM?
2.
Apa saja landasan
hukum HAM di Indonesia?
3.
Ciri-ciri pokok
hakikat HAM
C. METODE
PEMBAHASAN
Dalam hal ini penulis menggunakan:
• Metode deskritif, sebagaimana
ditunjukan oleh namanya, pembahasan ini bertujuan untuk memberikan gambaran
tentang suatu masyarakat atau kelompok orang tertentu atau gambaran tentang
suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih (Atherton dan Klemmack:
1982).
• Penelitian kepustakaan, yaitu
Penelitian yang dilakukan melalui kepustakaan, mengumpulkan data-data dan
keterangan melalui buku-buku dan bahan lainnya yang ada hubungannya dengan
masalah-masalah yang diteliti.
BAB II
HAK ASASI MANUSIA (HAM)
Hak Azazi
Manusia menjadi sorotan utama seiring berkembangnya gagasan demokrasi yang
seiring berkembangnya gagasan demokrasi yang semakin mendunia. Persoalan ini
tidak saja menjadi sorotan masyarakat dan organisasi internasional seperti PBB,
tetapi juga pemerintahan yang peduli terhadap upaya pemajuan, penghormatan, dan
penegakan HAM. Demikian juga lembaga swadaya masyarakat, media cetak
maupunmedia elektronik. Dengan demikian, kita harus menyadari bahwa masalah Hak
Azazi Manusia adalah masalah bersama dalam menuntut partisipasi aktif untuk menghargai dan melindunginya demi
kelangsungan kehidupan manusia yang beradab.
A.
PENGERTIAN DAN CIRI POKOK HAKIKAT HAM
1)
Pengertian
Ø HAM
adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya (Kaelan:
2002).
Ø
Menurut pendapat Jan Materson
(dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United Nations
sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa “HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang
tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia”.
Ø
John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung
oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi,
1994).
Ø
Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat
hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia”
2)
Landasan
Hukum Hak Azazi Manusia (HAM) di
Indonesia
Pengakuan, jaminan dan
perlindungan hak azazi manusia diatur dalam beberapa peraturan perundangan
sebagai berikut:
a.
Pancasila
Pancasila sebagai
pandangan hidup dan kepribadian bangsa Indonesia serta sebagai kristalisasi
nilai-nilai luhur bangsa Indonesia menempatkan manusia pada keluhuran harkat
dan martabat makhluk Tuhan Yang Maha Esa dengan kesadaran pengembangan
kodratnya sebagai mahluk pribadi dan makhlu sosial. Hal ini tercemin dalam
setiap sila-sila pancasila. Adapun nilai yang terkandung dari kelima sila
tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:
§ Pengakuan harkat dan martabat manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
§ Pengakuan bahwa kita sederajat dalam mengemban
kewajiban dan memiliki hak yang sama serta menghormati sesama manusia tanpa
membedakan keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial,
warna kulit, suku atau bangsa
§ Mengajarkan sikap saling mencintai sesama manusia,
sikap tenggang rasa dan sikap sewenang-wenang terhada orang lain.
§ Selalu bekerja sama, saling menghormati dan selalu
berusaha menolong sesama.
§ Mengembangkan sikap berani membela kebenaran dan
keadilan serta sikap adil dan jujur.
§ Menyadari bahwa manusia sama derajatnya sehingga
manusia Indonesia merasa dirinya bagian dari seluruh umat manusia.
b.
Pembukaan UUD 1945
Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa
“kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh karena itu penjajahan di
atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan
peri keadilan...”. Ini merupakan suatu pernyataan universal arena semua bangsa
ingin merdeka. Bahkan, dalam berbangsa yang merdeka, juga ada rakyat yang ingin
merdeka, yakni bebas dari penindasan oleh penguasa, kelompok atau manusia
lainnya.
c.
Di Dalam Batang Tubuh UUD 1945
HAM
dalam Pembukaan UUD 1945, Batang tubuh
UUD 1945, dan Tap MPR No. XVII/MPR/1998. Hak-hak azazi manusia dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia meliputi:
1.
Pembukaan UUD
1945
HAM
dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat dalam Alinea I, Alinea II, Alinea III, Alinea
IV.
a.
Alinea I :”Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah
hak segala bangsa”.
b.
Alinea II :”...menghantarkan
rakyat indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang
merdeka, bersatu dan berdaulat, adil, dan makmur”.
c.
Alinea III :”...atas berkat
rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorangkan oleh keinginan luhur, supay
berkehidupan yang bebas...”
d.
Alinea IV :”...melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteaan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia...”
2.
Batang tubuh UUD
1945
HAM dalam batang tubuh
UUD 1945, meliputi
a.
Pasal 27 Ayat
(1),
yaitu jaminan hak kesamaan kedudukan dalam bidang hukum dan pemerintahan.
b.
Pasal 27 Ayat (2), yaitu jaminan hak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
c.
Pasal 28E Ayat (3), yaitu
jaminan tentang kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pendapat secara
lesan dan tulisan.
d.
Pasal 29 Ayat
(2),
yaitu jaminan kemerdekaan memeluk agama.
e.
Pasal 30 Ayat
(1),
yaitu jaminan hak dan kewajiban dalam usaha pembelaan Negara.
f.
Pasal 31, yaitu jaminan
mendapatkan pengajaran.
g.
Pasal 32, yaitu jaminan
memajukan kebudayaan nasional.
h.
Pasal 33, yaitu jaminan
Hak Azazi Manusia di bidang ekonomi.
i.
Pasal 34, yaitu jaminan hak
sosial kemanusiaan.
3.
Tap MPR No.
XVII/ MPR/ 1998
Dalam
Tap MPR No. XVII/ MPR/ 1998 berisi
tentang Piagam Hak Azazi Manusia serta pandangan hidup dan sikap bangsa
Indonesia terhadap Hak Azazi Manusia. Dalam ketetapan tesebut berisi tentang Hak Azazi
Manusia, antara lain
a.
Hak untuk hidup, hak berkeluarga, dan hak melanjutkan
ketrurunan,
b.
Hak mengembangkan diri,
c.
Hak keadilan,
d.
Hak atas kebasan informasi,
e.
Hak atas keamanan,
f.
Hak atas kemerdekaan,
g.
Hak kesejahteraan, dan
h.
Hak perlindungan dan kemajuan.
d.
UU No. 33 Tahun 1999 Tentang Hak Azazi Manusia
Selain mengatur
Hak Azazi Manusia, undang-undang ini juga, mengatur kewajiban asasi manusia,
yaitu sebagai berikut:
1.
Bahwa setiap hak
azazi sesorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggung jawab untuk menghormati
hak azazi orang lain secara timbal balik.
2.
Dalam
menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk pada
batasan-batasan yang ditetapkan oleh undang-undang. Hal ini dimaksudkan untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan hak dan kebebasan orang lain untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis.
e.
UU No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Azazi
Manusia
Untuk ikut serta
memelihara dunia dan menjamin pelaksanaan Hak Azazi Manusia serta memberi
perlindungan, kepastian, keadilan dan perasaan aman, perlu dibentuksuatu
pengadilan Hak Azazi Manusia untuk menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran Hak
Azazi Manusia.
f.
Hukum Internasional Tentang Hak Azazi Manusia yang
Telah Diratifikasi Negara Republik Indonesia
Berikut ini
adalah beberapa hukum internasional tentang Hak Azazi Manusia yang telah
diratifikasi antara lain:
- Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1998
tentang pengesahan Convention Against
Torture and Other Cruel In Human or Degrading Treatment or Punishment (konvensi
menentang penyiksaan dan perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi,
atau merendahkan martabat manusia).
- Undang-Undang No. 8 Tahun 1998 tentang pengesahan
konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita.
- Deklarasi sedunia tentang Hak Azazi Manusia Tahun
1998 (Declaration Universal of Human Rights).
3) Ciri Pokok Hakikat HAM
Berdasarkan beberapa rumusan HAM di
atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa ciri pokok hakikat HAM yaitu:
1.
HAM tidak perlu diberikan, dibeli
ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
2.
HAM berlaku untuk semua orang tanpa
memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal-usul
sosial dan bangsa.
3.
HAM tidak bisa dilanggar. Tidak
seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang
tetap mempunyai HAM walaupun sebuah Negara membuat hukum yang tidak melindungi
atau melanggar HAM (Mansyur Fakih, 2003).
4)
Perkembangan
Pemikiran HAM
Dibagi dalam 4 generasi, yaitu :
Ø
Generasi
pertama berpendapat bahwa pemikiran HAM
hanya berpusat pada bidang hukum dan politik. Fokus pemikiran HAM
generasi pertama pada bidang hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan
situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan Negara-negara yang
baru merdeka untuk menciptakan sesuatu tertib hukum yang baru.
Ø
Generasi
kedua pemikiran HAM tidak saja menuntut
hak yuridis melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi
pemikiran HAM generasi kedua menunjukan perluasan pengertian konsep dan cakupan
hak asasi manusia. Pada masa generasi kedua, hak yuridis kurang mendapat
penekanan sehingga terjadi ketidakseimbangan dengan hak sosial-budaya, hak
ekonomi dan hak politik.
Ø
Generasi
ketiga sebagai reaksi pemikiran HAM
generasi kedua. Generasi ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi,
sosial, budaya, politik dan hukum dalam suatu keranjang yang disebut dengan
hak-hak melaksanakan pembangunan. Dalam pelaksanaannya hasil pemikiran HAM
generasi ketiga juga mengalami ketidakseimbangan dimana terjadi penekanan
terhadap hak ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama,
sedangkan hak lainnya terabaikan sehingga menimbulkan banyak korban, karena
banyak hak-hak rakyat lainnya yang dilanggar.
Ø
Generasi
keempat yang mengkritik peranan negara yang
sangat dominant dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi
dan menimbulkan dampak negative seperti diabaikannya aspek kesejahteraan
rakyat. Selain itu program pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan
kebutuhan rakyat secara keseluruhan melainkan memenuhi kebutuhan sekelompok
elit. Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh Negara-negara di kawasan
Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi manusia yang disebut
Declaration of the basic Duties of Asia People and Government
1.
Perkembangan Pemikiran HAM Dunia:
a. Magna Charta
Pada umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya
HAM di kawasan Eropa dimulai dengan lahirnya magna Charta yang antara lain
memuat pandangan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolute (raja yang
menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat dengan hukum yang
dibuatnya), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat diminta pertanggung
jawabannya dimuka hukum(Mansyur Effendi,1994).
b.
The
American declaration
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The
American Declaration of Independence yang lahir dari paham Rousseau dan
Montesquuieu. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam
perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir ia harus dibelenggu.
c.
The
French declaration
Selanjutnya, pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration
(Deklarasi Perancis), dimana ketentuan tentang hak lebih dirinci lagi
sebagaimana dimuat dalam The Rule of Law yang antara lain berbunyi tidak boleh
ada penangkapan tanpa alasan yang sah. Dalam kaitan itu berlaku prinsip
presumption of innocent, artinya orang-orang yang ditangkap, kemudian ditahan
dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah, sampai ada keputusan pengadilan
yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah.
d.
The
Four Freedom
Ada empat hak kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat,
hak kebebasan memeluk agama dan beribadah sesuai dengan ajaran agama yang
diperlukannya, hak kebebasan dari kemiskinan dalam Pengertian setiap bangsa
berusaha mencapai tingkat kehidupan yang damai dan sejahtera bagi penduduknya,
hak kebebasan dari ketakutan, yang meliputi usaha, pengurangan persenjataan,
sehingga tidak satupun bangsa berada dalam posisi berkeinginan untuk melakukan
serangan terhadap Negara lain ( Mansyur Effendi,1994).
2. Perkembangan Pemikiran HAM di Indonesia:
Pemikiran HAM periode sebelum kemerdekaan yang paling
menonjol pada Indische Partij adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta
mendapatkan perlakukan yang sama hak kemerdekaan.
Sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang di Indonesia telah
berlaku 3 UUD dalam 4 periode, yaitu:
Ø
Periode 18 Agustus 1945 sampai 27
Desember 1949, berlaku UUD 1945
Ø
Periode 27 Desember 1949 sampai 17
Agustus 1950, berlaku konstitusi Republik Indonesia Serikat
Ø
Periode 17 Agustus sampai 5 Juli
1959, berlaku UUD 1950
Ø
Periode 5 Juli 1959 sampai sekarang,
berlaku Kembali UUD 1945
5)
HAM Dalam
Tinjauan Islam
Adanya ajaran tentang HAM dalam Islam menunjukan bahwa Islam
sebagai agama telah menempatkan manusia sebagai makhluk terhormat dan mulia.
Oleh karena itu, perlindungan dan penghormatan terhadap manusia merupakan
tuntutan ajaran itu sendiri yang wajib dilaksanakan oleh umatnya terhadap
sesama manusia tanpa terkecuali. Hak-hak yang diberikan Allah itu bersifat
permanent, kekal dan abadi, tidak boleh dirubah atau dimodifikasi (Abu A'la
Almaududi, 1998). Dalam Islam terdapat dua konsep tentang hak, yakni hak manusia
(hak al insan) dan hak Allah. Setiap hak itu saling melandasi
satu sama lain. Hak Allah melandasi manusia dan juga sebaliknya. Dalam
aplikasinya, tidak ada satupun hak yang terlepas dari kedua hak tersebut,
misalnya sholat.
Sementara dalam hal al insan seperti hak kepemilikan, setiap
manusia berhak untuk mengelola harta yang dimilikinya.
Konsep islam mengenai kehidupan manusia didasarkan pada
pendekatan teosentris (theocentries) atau yang menempatkan Allah melalui
ketentuan syariatnya sebagai tolak ukur tentang baik buruk tatanan kehidupan
manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakjat atau warga
bangsa. Dengan demikian konsep Islam tentang HAM berpijak pada ajaran tauhid.
Konsep tauhid mengandung ide persamaan dan persaudaraan manusia. Konsep tauhid
juga mencakup ide persamaan dan persatuan semua makhluk yang oleh Harun
Nasution dan Bahtiar Effendi disebut dengan ide perikemakhlukan. Islam
datang secara inheren membawa ajaran tentang HAM, ajaran islam tentang HAM
dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran islam yaitu al-Qur'an dan al-Hadits
yang merupakan sumber ajaran normative, juga terdapat praktek kehidupan umat
islam.
Dilihat dari tingkatannya, ada 3 bentuk HAM dalam Islam,
pertama, Hak Darury (hak dasar). Sesuatu dianggap hak dasar apabila hak
tersebut dilanggar, bukan hanya membuat manusia sengsara, tetapi juga
eksistensinya bahkan hilang harkat kemanusiaannya. Sebagai misal, bila hak
hidup dilanggar maka berarti orang itu mati. Kedua, hak sekunder ( hajy ) yakni
hak-hak yang bila tidak dipenuhi akan berakibat hilangnya hak-hak elementer
misalnya, hak seseorang untuk memperoleh sandang pangan yang layak maka akan
mengakibatkan hilangnya hak hidup. Ketiga hak tersier (tahsiny) yakni hak yang
tingkatannya lebih rendah dari hak primer dan sekunder (Masdar F. Mas'udi,
2002)
Mengenai HAM yang berkaitan dengan hak-hak warga Negara, Al
Maududi menjelaskan bahwa dalam Islam hak asasi pertama dan utama warga negara
adalah:
Ø
Melindungi nyawa, harta dan martabat
mereka bersama-sama dengan jaminan bahwa hak ini tidak kami dicampuri, kecuali
dengan alasan-alasan yang sah dan ilegal.
Ø
Perlindungan atas kebebasan pribadi.
Kebebasan pribadi tidak bisa dilanggar kecuali setelah melalui proses
pembuktian yang meyakinkan secara hukum dan memberikan kesempatan kepada
tertuduh untuk mengajukan pembelaan
Ø
Kemerdekaan mengemukakan pendapat
serta menganut keyakinan masing-masing
Ø
Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok
bagi semua warga negara tanpa membedakan kasta atau keyakinan. Salah satu
kewajiban zakat kepada umat Islam, salah satunya untuk memenuhi kebutuhan pokok
warga negara.
6)
HAM Dalam
Perundang-Undangan Nasional
Dalam perundang-undangan RI paling tidak terdapat bentuk
hukum tertulis yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi (UUD
Negara). Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam Undang-undang.
Keempat, dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti peraturan
pemerintah, keputusan presiden dan peraturan pelaksanaan lainnya.
Kelebihan pengaturan HAM dalam konstitusi memberikan jaminan
yang sangat kuat karena perubahan dan atau penghapusan satu pasal dalam
konstitusi seperti dalam ketatanegaraan di Indonesia mengalami proses yang
sangat berat dan panjang, antara lain melalui amandemen dan referendum,
sedangkan kelemahannya karena yang diatur dalam konstitusi hanya memuat aturan
yang masih global seperti ketentuan tentang HAM dalam konstitusi RI yang masih
bersifat global. Sementara itu bila pengaturan HAM dalam bentuk Undang-undang
dan peraturan pelaksanaannya kelemahannya, pada kemungkinan seringnya mengalami
perubahan.
B.
PELANGGARAN
HAM
Pelanggaran
HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat
negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang atau
kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku (UU No.
26/2000 tentang pengadilan HAM). Sedangkan bentuk pelanggaran HAM ringan selain
dari kedua bentuk pelanggaran HAM berat itu.
Pelanggaran
terhadap HAM dapat dilakukan oleh baik aparatur negara maupun bukan aparatur
negara (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Karena itu penindakan terhadap
pelanggaran HAM tidak boleh hanya ditujukan terhadap aparatur negara, tetapi
juga pelanggaran yang dilakukan bukan oleh aparatur negara. Penindakan terhadap
pelanggaran HAM mulai dari penyelidikan, penuntutan, dan persidangan terhadap
pelanggaran yang terjadi harus bersifat non-diskriminatif dan berkeadilan.
Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan
umum.
1.
Penaggung
jawab dalam penegakan (respection), pemajuan (promotion), perlindungan
(protection) dan pemenuhan (fulfill) HAM.
Tanggung jawab pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM
tidak saja dibebankan kepada negara, melainkan juga kepada individu warga
negara. Artinya negara dan individu sama-sama memiliki tanggung jawab terhadap
pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM. Karena itu, pelanggaran HAM
sebenarnya tidak saja dilakukan oleh negara kepada rakyatnya, melainkan juga
oleh rakyat kepada rakyat yang disebut dengan pelanggaran HAM secara
horizontal.
2. Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM
•
Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN oleh seniornya dengan dalih pembinaan
yang menyebabkan meninggalnya Klip Muntu pada tahun 2003.
•
Dosen yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada suatu mata
kuliah kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap
mahasiswa.
•
Para pedagang yang berjualan di trotoar merupakan pelanggaran HAM terhadap para
pejalan kaki, sehingga menyebabkan para pejalan kaki berjalan di pinggir jalan
sehingga sangat rentan terjadi kecelakaan.
•
Para pedagang tradisioanal yang berdagang di pinggir jalan merupakan
pelanggaran HAM ringan terhadap pengguna jalan sehingga para pengguna jalan
tidak bisa menikmati arus kendaraan yang tertib dan lancar.
•
Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anaknya masuk pada suatu jurusan
tertentu dalam kuliahnya merupakan pelanggaran HAM terhadap anak, sehingga
seorang anak tidak bisa memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.
C. PERADILAN HAM
Tentang pelanggaran, pengembangan, produksi, penyimpanan senjata
biologis, Peradilan HAM merupakan lembaga perlindungan Hak Azazi Manusia yang
dibentuk untuk memenuhi tuntutan masyarakat secara umum, selai telah terpenuhi
instrumen-instrumen hukum HAM secara nasional atau internasional. Perlindungan
HAM Internasional seperti Komisi HAMPBB (The United Nations Commission on Human
Rights) dan Mahkamah Internasional (Internation Criminal Court), sedangkan di
kelembagaan nasional dapat dilakukan melalui Komnas HAM, pengadilan HAM dan
Komisi kebenaran dan Rekonsiliasi.
1.
Pengadilan HAM
Internasional
Kejahatan
kemanusiaan masih sering terjadi diberbagai negara, meskipun telah dibentuk
Pengadilan HAM Internasional. Sebagian besar negara-negara menolak campur
tangan internasioanal, sebab tindakan kekerasan yang mereka lakukan melahirkan
kejahatan manusia.
Contoh konvakensi internasional tentang HAM,
1)
Konvensi Jenewa
12 Agustus 1949,
2)
Konvensi
tentang hak politik kaum perempuan,
3)
Konvensi hak
anak.
4)
Protokol
tambahan Konvensi hak anak tentang perdagangan anak, prostitusianak, dan
pornografi anak,
5)
Konvensi serta
pemusnahannya.
6)
Konvensi
internasional terhadap anti apartheid dalam olahraga,
7)
Konvensi
internasional tentang penghapusan semua bentuk diskriminasi rasial,
8)
Konvensi
internasional untuk penghentian pembiayaan terorisme dan
9)
Konvensi
OrganisasiBuruh Internasional No. 87
Tahun 1998 tentang kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk
Berorganisasi.
2.
Bentuk
kejahatan-kejahatan HAM berat
1)
Kejahatan
kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari
serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut
tujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan, pemusnahan,
perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan
kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang
melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional, penyiksaan,
perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa atau bentuk-bentuk
kekerasan seksual lain yang setara, penganiayaan terhadap suatu kelompok
tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras,
kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah
diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional,
penghilangan orang secara paksa, dan kejahatan apartheid.
2)
Kejahatan
genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras,
kelompok etnis dan kelompok agama. Kejahatan genosida dilakukan dengan cara
membunuh anggota kelompok, mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang
berat terhadap anggota-anggota kelompok, menciptakan kondisi kehidupan kelompok
yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya,
memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam
kelompok, dan memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke
kelompok lain (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM).
3)
Agresi, yaitu
penyerangan suatu bangsa atau negara terhadap bangsa atau negara lain.
4)
Kejahtan
perang.
3.
Lembaga
Pengadilan HAM Internasional
Mahkamah
Internasional merupakan badan kelengkapan PBB yang berpusat di Den Haag,
Belanda. Anggotanya terdiri dari para ahli hukum dari berbagai negara anggota
PBB masa jabatan Mahkamah Internasional adalah 9 tahun. Mahkamah Internasional
terdiri atas 15 orang hakim yang dipilih dari 15 negara berdasarkan kecakapan
dalam hukum. Semua anggota PBB juga anggota Mahkamah Internasional.
Tugas Mahkamah Internasional,
1)
Menyelesaikan
sengketa negara.
2)
Mahkamah
Militer Internasional, mahkamah ini dibentuk tahun 1945, tugasnya untuk
mengadili tindak kejahatan internasional seperti Kejahatan Perang Dunia II.
3)
Mahkamah Pidana
Internasional, mahkamah ini dibentuk pada 17 Juli 1998 untuk mengadili tindak
kejahatan genosida, kejahatan kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan
agresi.
4)
Memutuskan
hukum yang dilimpahkan oleh pihak yang bersengketa.
D.
PERAN SERTA DALAM UPAYA PEMAJUAN,
PENGHORMATAN DAN PENEGAKAN HAK AZAZI MANUSIA
Dalam
upaya menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tiap
individu dan masyarakat, pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM telah
dicantumkan dalam pasal-pasal UUD 1945, serta UU tentang HAM dan pengadilan
HAM. HAM yang tercantum dalam pasal-pasal UUD 1945, antara lain:
1.
Hak hidup, tiap
warga negar berhak untuk hidup. Membunuh orang lain tanpa sebab itu melanggar
hak hidup manusia. Pemerintah menjamin dan melindungi hak hidup warganya.
2.
Hak memperoleh
prlindungan dalam keamanan, kesehatan, dan sebagainya. Pemerintah menjamin dan
melindungi agar seluruh warganya hidup aman, sehat, dan tenang dalam hidup
dalam masyarakat. Di daerah-daerah didirikan sekolah kedokteran, kesehatan
masyarakat, rumah sakit, puskesmasuntuk meningkatkan kesehatan penduduk. Juga
pihak ABRI selalu siap menjaga keamanan masyarakat.
3.
Hak memperoleh
pendidikan dan pengajaran. Adanya sekolah-sekolah adalah sebagai wujud usaha
pemerintah untuk meningkatkan kecerdasan bangsa. Sesuai dengan tujuan Negara
Republik Indonesia yang tercemin dalam alinea IV pembukaan UUD 1945, bahwa pemerintah
warga negara Indonesia antara lain berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa,
maka Pasal 31 Ayat (1) menetapkan bahwa tiap-tiap warganegara berhak
mendapatkan pengajaran. Untuk maksud itu UUD mewajibkan Pemerintah mengusahakan
dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran Nasional yang diatur dengan
Undang-Undang (Pasal 31 Ayat (2)).
4.
Hak kebebasan
beragama dan menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaan yang dianutnya.
Pemerintah mendirikan sekolah-sekolah agama, membantu pihak swasta mendirikan
pesantren-pesantren, memberikan pelajaran agama di sekolah-sekolah, mendirikan
tempat-tempat ibadah, separti masjid, gereja, kelenteng, pura dan sebagainya.
Pemerintah menjamin dan melindungi kehidupan beragama dari warganya itu. Harus
diciptakan kerukunan hidup antar umat beragama itu. Pasal 29 Ayat (1)
menyatakan “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”. Selanjutnya dalam
penjelasan UUD menyatakan bahwa ayat ini menyatakan kepercayaan Bangsa
Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pasal 29 ayat (2) menyatakan “Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Kebebasan beragama
adalah merupakan salah satu hak azazi di antara Hak-Hak Azazi Manusia, karena
kebebasan beragama itu langsung bersumber kepada martabat manusia sebagai
makhluk ciptaan Tuhan. Hak kebebasan beragama itu bukan pemberian Negara atau
bukan pemberian golongan. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
itu berdasarkan keyakinan, hingga tidak dapat dipaksakan.
5.
Hak memperoleh
pelayanan pemerintah sosial. Pemerintah memelihara anak-anak terlantar, usia
lanjut, dan sebagainya. Mereka ini ditampung di panti-panti asuhan, dan yayasan
sosial lainnya. Dalam pasal 34 UUD dinyatakan “Fakir miskin dan anak-anak
terlantar dipelihara oleh negara”.
6.
Hak
mengeluarkan pendapat, berserikat dan berkumpul, mengadakan dan mengeluarkan
pendapat. Pasal 28 UUD menetapkan hak waraganegara dan penduduk untuk
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan atau tulisan dan
sebagainya yang di atur dengan undang-undang. Pasal ini mencerminkan bahwa
negara Indonesia adalah negara demokratis.
7.
Hak dan
kewajiban terhadap pembelaan negara, ialah hak dan kewajiban mempertahankan
kemerdekaan dan tetap tegaknya Negara Pancasila Republik Indonesia. Pasal 30
ayat (1) menyatakan hak dan kewajiban setiap warganegara ikut serta dalam usaha
pembelaan Negara; dan ayat (2) menyatakan pengaturannya lebih lanjut dilakukan
dengan undang-undang.
8.
Hak kesamaan
kedudukan dalam hukum dan pemerintah. Negara Republik Indonesia menganut asas
bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum dan
pemerintah. Ini sebagai konsekuensi prinsip kedaulatan rakyat yang bersifat
kerakyatan. Pasal 27 ayat (1) menyatakan kesamaan kedudukan warganegara didalam
hukum dan pemerintah dan berkewajiban menjunjung hukum dan pemerintah dengan
tidak ada kecualinya. Hal ini menunjukkan adanya keseimbangan antara hak dan
kewajiban, dan tidak ada diskriminasi di antara warganegara, baik mengenai
haknya maupun mengenai kewajibannya.
9.
Hak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa
tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pasal
ini memancarkan asas keadilan sosial dan kerakyatan.
10.
Hak
kesejahteraan sosial. Pasal 33 dan 34 mengatur hak kesejahteraan sosial bagi
warganegara. Pasal 33 terdiri tiga ayat menyatakan: (1) perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, (2) Cabang-cabang
produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai harkat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara, dan (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuaran rakyat.
Untuk menciptakan kondisi yang kondusif
dalam uaya pencegahan terjadi pelanggaran terhadap HAM, pemerintah melalaui
peraturan perundang-undangan yang dibuatnya, dimasukkanlah masalah HAM
tersebut. Baik dalam UUD, ketetapan MPR, UU dan peraturan perundang-undangan
lainnya.
E.
INTRUMEN HUKUM
HAK AZAZI MANUSIA
Hak Azazi Manusia merupakan anugerah
Tuhan Yang Maha Esa sejak lahir. Akan tetapi dalam praktik pemenuhan hak-hak
asasi manusia tidak semudah yang tidak bayangkan.
Hak Azazi Manusia juga diakui dunia
internasional dan keberadaannya diatur dalam hukum internasional. Dalam upaya
penegakan HAM maka diperlukan instrumen-instrumen HAM yang diakui seluruh
komunitas internasional sebagai berikut:
a.
Universal
Declaration of Human Right (UHDR) Piagam PBB 1948
Tujuan dibentuknya Piagam PBB 1948 sebagai berikut:
1)
Mengembangkan
hubungan persaudaraan antar bangsa berdasarkan penghormatan terhadap prinsip
hak-hak yang sama dan penentuan nasib sendiri.
2)
Kerjasama
internasional dalam menyelesaika masalah-masalah internasional, maliputi ekonomi,
sosial, budaya, dan kemanusiaan.
3)
Mempertahankan
perdamaian dan keamanan internasional.
Hak Azazi Manusia dibuat dengan tujuan untuk melindungi hidup,
kemerdekaan, keamanan pribadi, menjamin kebebasan menyatakan pendapat,
berkumpul secara damai, berserikat, berkepercayaan agama, kebebasan bergerak,
melarang perbudakan, menahan sewenang-wenang, pemenjaraan tanpa proses
pengadilan jujur dan adil hak ekonomi, sosial budaya, serta pelanggaran hak
pribadi seseorang.
b.
International
Convenant on Economic, Social, and Cultural Right / Konvenan Internasional hak
Ekonomi, sosial, dan budaya tahun 1966.
Konvenan ini
memuat tentang sejumlah rumusan hak ekonomi, sosial, dan budaya. Pemerintah
tidak menyediakan kebutuhan rakyat secara langsung seperti sandang, pangan, dan
papan. Dalam hal ini, negara menyediakannya sesuai dengan sumber dana yang
tersedia.
c.
International
Convenant on Civil and Political Right / Konvensi Internasional Hak Sipil dan
Politik Tahun 1966
Konvenan ini
berisi rumusan hak sipil dan politik serta negara berkewajiban mengizinkan
setiap orang untuk menjadi anggota suatau minoritas etnis, agama, atau bangsa
dalam komunitas bersama kelompok yang lain. Konvenan
tersebut memuat tentang,
1)
Hak untuk bebas
dari hukuman penjara, karena gagal memenuhi kewajiban kontrak (Pasal 11).
2)
Hak semua orang
yang mendapat hukuman untuk diperlukan secara manusiawi dengan menghormati
martabatnya sebagai manusia (Pasal 10 Ayat (1)).
3)
Hak asasi
perlindungan istimewa untuk anak-anak (Pasal 24).
Selain itu,
konvenan ini juga memuat tentang hak-hak suaka, hak memperoleh kewarganegaraan,
dan hak untuk memiliki kekayaan sendiri.
d.
Deklarasi Wina
(Vienna Declaration) Tahun 1993
Deklarasi Wina
dianggap sebagai deklarasi kedua mengenai Hak Azazi Manusia setelah Universal
Declaration of Human Right 1948. Kedua deklarai ini sepakat untuk menghimbau
negara-negara anggota PBB untuk mengesahkan perangkat-perangkat intersional
yang sangat penting di bidang HAM.
e.
Optional
Protokol to The International Convenant / Protokol Pilihan Tahun 1966
Protokol yang
mengatur tentang perlindungan bagi warganegara dalam mengemukakan secara individual. Apalagi hak-hak tersebut
dilanggar, maka pengaduan melalui Komite Hak Azazi Manusia atau Human Right
(HRC). Badan ini mempunyai wewenang untuk memutuskan apakah sebuah negara telah
melindungi hak-hak yang dilindungi konvenan. Selain itu,
protokol ini juga mengatur tentang,
1)
Kewajiban
negara-negara anggota untuk menyampaikan laporan-laporan yang telah diambil
dalam protokol pilihan dan mengenai kemajuan yang akan dicapai dalam
pelaksanaan hak-hak.
2)
Pengaduan antar
negara yang terjadi terhadap pelanggaran koncenan.
F.
PENGADILAN
MENGENAI HAK AZAZI MANUSIA
Peanggaran
berat terhadap Hak Azazi Manusia menimbulkan penderitaan, kesengsaraan, dan
ketidakadilan. Pelanggaran berat Hak Azazi Manusia merupakan bentuk kejahatan
yang meliputi genocide dan kejahatan terhadap kemausiaan. Tindak
kejahatan itu dianggap sebagai kejahatan internasional. Kejahatan internasional
berlaku yuridiksi universal, artinya dapat dituntut tidak hanya kewarganegaraan
si pelaku, tetapi juga Negara dan masyarakat internasional. Oleh karena itu,
para pelaku pelanggaran berat Hak Azazi Manusia layak untuk diadili dan diancam
dengan hukuman.
Pada dasarnya
pelaku pelanggaran berat Hak Azazi Manusia dapat diadili melalui pengadilan
nasional dan pengadilan internasional. Pengadilan internasional dibebentuk oleh
suatu negara yang secara khusus diberi kewenangan untuk mengadili pelaku
pelanggaran berat Hak Azazi Manusia. Contoh di Indonesia adalah pengadilan HAM
dan pengadilan Ad Hoc HAM. Pengadilan internasional adalah pengadilan yang
dibentuk masyarakat internasional yang secara khusus diberi wewenang mengadili
pelaku kejahatan internasional.
1.
Pengadilan
Nasional Mengenai Hak Azazi Manusia
Pengadilan
nasional dapat mengadili pelaku pelanggaran berat Hak Azazi Manusia yang
merupakan warga negara sendiri dan juga warga negara lain yang disangka
melakukan kejahatan internasional. Pengadilan internasional juga dapat menuntut
warga negara lain yang biasanya negara tersebut menjadi korban kejahatan si
pelaku.
Namun, sebuah
negara dapat menuntut pelaku kejahatan internasional yang bukan warga negaranya
meskipun negara tersebut tidak menjadi korban kejahatann si pelaku atau tidak
ada kaitannya dengan peristiwa. Hal ini dimungkinkan sepanjang peraturan
perundang-undangan nasional memungkinkan hal itu, seperti di Belgia ketika
Ariel Sharon, Fidel Castron, dan Yaser Arafat adalah nam-nama besar yang pernah
diajukan ke pengadilan Belgia atas tuduhan melakukan kejahatan atas
kemanusiaan.
2.
Pengadilan
Inetrnasional Mengenai Hak Azazi Manusia
Pengadilan
internasional dibentuk untuk mengadili para pelaku pelanggaran berat HAM atau
kejahatan internasional. Pelaku kejahatan yang diadili oleh pengadilan nasional
Peradilan Internasional yang berwenang mengadili para tersangka kejahatan
internasional dapat dikategorikan dalaam dua bentuk, yaitu
a.
Pengadilan
internasional yang bersifat ad hoc atau sementara, yang berarti setelah selesai
mengadili peradilan ini dilikuidasi atau di bubarkan.
b.
Pengadilan
internasional yang permanen atau tetap.
a.
Peradilan Ad
Hoc Internasional
Bentuk
peradilan ad hoc dalam praktuk dibentuk melalui dua cara. Pertama, dibentuk
negara-negara berdasarkan suatu perjanjian internasional. Ini terjadi
pasca-Perang Dunia II ketika dibentuk Internasional Military Tribunal (IMT)
yang berkedudukan di Nurembung dan Tokyo. IMT waktu itu memang bertugas
mengadili penjahat Jepang dan Jerman.
Kedua, peradilan internasional ad hoc yang dibentuk lewat resolusi
Dewan Keamanan PBB. Bentuk ini hingga saat ini ada dua, yaitu Intermasional
Criminal Tribunal for Former Yugoslavia (ICTY), dan Internasional
Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR).
Pernah suatu ketika Dewan Keamanan PBB didesak untuk membentuk Interna
sional Criminal Tribunal for East Timor (ICTET), yaitu peradilan
internasional untuk kasus HAM di Timor Timur. Hanya saja peradilan tersebut
tidak jadi diadakan karena keberatan bagi Indonesia. Sebagai kompromi,
Indonesia membentuk Peradilan HAM melalui UU No. 26 Tahun 2000 tentang HAM.
Pengadilan Ad Hoc internasional melalui resolusi DK PBB ini dapat
dijalankan di suatu negara dengan tiga syarat, yaitu
1)
Kasus kejahatan
tersebut berlangsung dalam suatu konflik yang berlarut-larut.
2)
Kejahatan yang
dilakukan daapt mengancam perdamaian internasional ataupun regional.
3)
Pemerintah
negara yang bersangkutan tidak berdaya dan tidak sanggup menciptakan proses
peradilan yang objektif.
b.
Peradilan yang
Bersifat Permanen
Bentuk peradilan internasional kedua adalah peradilan yang bersifat
permanen, yaitu Internasional Criminal Court (ICC) atau disebut
Mahkamah Pidana Internasional. ICC didirikan berdasarkan sebuah perjanjian
internasional pada tahun 1998 atau dikenal dengan nama Statuta Roma.
Pada 1 Juli 2002, statuta ini telah diratifikasi oleh 60 negara dan secara
otomatis statute ini telah berlaku. Mahkamah ini akan menjadi lembaga
pengadilan internasional permanen yang tidak dibatasi oleh masalah waktu dan
tempat. Namun ICC hanya berlaku bagi negara-negara yang telah meratifikasikan.
Atrinya, mahkamah ini dapat bekerja terhadap sebuah kejahatan jika negara
tersebut sudah meratifikasi Statuta Roma. Jika suatu negara telah
meratifikasinya maka dengan otomatis negara tersebut mengakui yuridiksi
mahkamah. Setiap negara peserta diharuskan untuk membantu dan bekerja sama dengan
mahkamah dalam seluruh tahapan kerja.
Mahkama Pidana Internasional bermarkas di haque, Belanda. Mahkamah
Pidana Internasional mempunyai wewenang untuk menangani beberapa jenis
kejahatan internasional seperti genocide, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan
agresi, dan kejahatan perang.
Dengan adanya pengadilan terhadap pelanggaran hak azazi manusia
berat ini maka para pelaku pelanggaran berat hak azazi manusia tidak bisa lepas
dari tanggung jawab. Apabila pengadilan nasional tidak mampu mengadilinya maka
masyarakat internasional dapat meminta pertanggung jawaban itu melalui
pengadilan internasional.
G.
KEIKUTSERTAAN
INDONESIA DALAM KONVERSI INTERNASIONAL TENTANG HAM
PBB pada tahun
1948 telah mengeluarkan Deklarasi Universal Hak Azazi Manusia (Universal Declaration
of Human Rights). Pengakuan masyarakat internasional tentang Hak Azazi
Manusia semakin kuat dengan banyaknya konvensi internasional mengenai Hak Azazi
Manusia. Perkembangan tentang HAM internasional tersebut tentu tidak dapat
diabaikan begitu saja oleh pemerintah Indonesia. Norma-norma HAM tertentu,
terutama yang dimuat dalam konvensi-konvensi yang diprakarsai PBB, banyak yang
kemudian dipandang sebagai standar minimum bagi perlindungan HAM di seluruh
dunia. Norma-norma demikian dalam masyarakat internasional diterima sebagai
prinsi hokum umum ataupun hokum kebiasaan internasional sehingga harus ditaati
oleh semua negara.
Oleh karena
itu, bangsa Indonesia sebagai anggota PBB mempunyai tanggung jawab untuk
menghormati ketentuan yang tercantum dalam deklarasi tersebut. Bangsa Indonesia
sebagai anggota PBB mempunyai tanggung jawab untuk menghormati Deklarasi
Universal Hak Azazi Manusia dan berbagai instrumen internasional lainnya yang
mengenai HAM.
Tanggung jawab
dan menghormati berbagai konversi internasional tentang HAM tersebut diwujudkan
dengan keikut sertaan Indonesia untuk meratifikasi berbagai instrumen
internasional tersebut. Meratifikasi suatu perjanjian berarti bahwa suatu
negara mengikatkan diri untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang ada dalam
perjanjian dan bahwa ketentuan-ketentuan itu menjadi bagian dari hukum
nasionalnya. Pada umumnya, pelaksanaan suatu perjanjian internasional melalui
proses negoisasi (perundingan), penandatanganan, dan ratifikasi. Setelah
diratifikasi, isi perjanjian tersebut berlaku sebagai hukum nasionalnya.
Dengan
meratifikasi berbagai instrumen internasional mengenai HAM berarti Indonesia
secara langsung sudah mengikatkan diri pada isi dokumen tersebut dan
menjadikannya sebagai bagian dari hukum nasional Indonesia. Selain itu,
sewaktu-waktu Indonesia harus siap mendapat pengawasan dari dunia internasional
mengenai praktik-praktik pelaksaan ataupun pelanggaran HAM yang terjadi di
Indonesia.
Bagi Indonesia
ratifikasi konvensi-konvensi HAM akan menambah kepercayaan masyarakat
internasional akan komitmen Indonesia terhadap HAM. Seringkali hubungan
internasional Indonesia, terutama dengan Amerika Serikat dan negara-negara
Barat lainnya, baik hubungan-hubungan ekonomis maupun politis, masih
mensyaratkan perbaikan perlindungan HAM di Indonesia. Masalah HAM sering
dijadikan alat pihak asing untuk menekan Indonesia dalam hubungan internasional
dengan meratifikasi konvensi-konvensi HAM, akan memperlancar hubungan
internasional Indonesia. Ratifikasi konvensi-konvensi HAM juga diharapkan dapat
memperkuat jaminan perlindungan HAM di Indonesia.
Beberapa macam
konvensi internasional tentang HAM yang sudah diratifikasi Indonesia adalah
sebagai berikut.
1.
Konvensi Jenewa
12 Agustus 1949 diratifikasi dengan UU No. 59 Tahun 1958.
2.
Konvensi
tentang Hak Politik Kaum Perempuan (Convention
on the political Rights of Women) diratifikasi dengan UU No. 68 Tahun 1958.
3.
Konvensi
tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention
on the Elimination of Discrimination Against Women) diratifikasi dengan UU
No. 7 Agustus 1984.
4.
Konvensi Hak
Anak (Convention on the Rights of the Child ) diratifikasi dengan
Keppres No. 36 Tahun 1990.
5.
Konvensi
Pelanggaran, Pengembangan, Produksi dan Penyimpanan Senjata Biologis dan
Beracun serta Pemusnahannya (Convention on the Prohibition of the
Develoment, Produktion and Stockpiling of Bakteriological (Biological) and
Toxic Weapon and on Their Destrucktion) diratifikasi dengan Keppres No. 58
Tahun 1991.
6.
Konvensi
Internasional terhadap Anti-Apartheid dalam Olahraga (International
Convention Against Apartheid in Sports) diratifikasi dengan UU No. 48 Tahun
1993.
7.
Konvensi
Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lainnya yang kejam, Tidak
manusiawi, atau Merendahkan Martabat manusia (Torture Convention)
diratifikasi dengan UU No. 5 Tahun 1998.
8.
Konvensi Organisasi
Buruh Internasional Nomor 87 1998 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan
Hak untuk Berorganisasi (ILO Convention No. 87 Concerning Freedom of
Association and Protection on the Rights to Organise) diratifikasi dengan
UU No. 83 Tahun 1998.
9.
Konvensi
Internasional tentang Penghapusan Semua bentuk Diskriminasi Rasial (Convention
on the Elimination of Racial Discrimination) diratifikasi dengan UU No. 29
Tahun 1999.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
HAM
adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap
individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu
kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.
HAM
setiap individu dibatasi oleh HAM orang lain. Dalam Islam, Islam sudah lebih
dulu memperhatikan HAM. Ajaran Islam tentang Islam dapat dijumpai dalam sumber
utama ajaran Islam itu yaitu Al-Qur'an dan Hadits yang merupakan sumber ajaran
normatif, juga terdapat dalam praktik kehidupan umat Islam.
Dalam
kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI,
dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang,
kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam
pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui
hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan
HAM.
B. Saran-Saran
Sebagai
makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita
sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang
lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM
kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.
Jadi dalam
menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan mengimbangi antara HAM kita
dengan HAM orang lain.
Daftar pustaka
Atmasasmita, Romli.
2001. Reformasi Hukum Hak Azazi Manusia dan Penegakan Hukum. Bandung:
Mandar Maju.
Jutmini Sri, Winarno.
2007. Pendidikan Kewarganegaraan Jilid I untuk Kelas X SMA dan MA. Solo:
PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
-------------, Undang-Undang
Republik Indonesia No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Azazi Manusia.
www.undang-undang Indonesia.com
-------------, Undang-Undang
Republik Indonesia No.39 Tahun 1999 tentang Hak Azazi Manusia. www.undang-undangindonesia.com
Dian, Romana. Modul
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk SMA/MA-SMK/MAK Semester Ganjil. Surakarta:
PT Pratama Mitra Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar